Monday, June 4, 2012

"Peranan Sosial" dalam Masyarakat



Dalam kehidupan sosial, seorang individu dihadapkan dengan beragam norma dan struktur sosial. Sebagai makhluk sosial, seorang individu tidak dapat hidup seorang diri karena akan selalu dihadapkan oleh seperangkat permasalahan yang terkadang bahkan seringkali tidak mampu diatasi oleh seorang diri. Ketidaksempurnaan yang melekat pada diri individu merupakan alasan kenapa individu membutuhkan individu lainnya. Artinya, kerap kali seorang individu menaruhkan harapannya kepada individu lainnya, harapan yang dari seorang individu terhadap individu lainnya adalah apa yang disebut sebagai peranan dalam dunia sosial. Setiap individu menempati peranan sosial yang berbeda dengan individu lainnya. Sehingga konsekuensinya adalah seorang individu yang menempati peranan yang lebih tinggi, akan menerima dan menjawab harapan-harapan yang datang dari individu yang berada pada peranan dibawahnya.
Selebihnya, kita dapat melihat definisi peranan yang diberikan oleh Gross, Mason, dan McEchern. Ketiganya mendefinisikan peranan sebagai seperangkat harapan-harapan yang dikenakan pada individu yang menempati peranan sosial tertentu. Harapan-harapan tersebut merupakan imbangan dari norma-norma sosial dan oleh karena itu dapat dikatakan bahwa peranan-peranan itu ditentukan oleh norma-norma didalam masyarakat. Pemikiran tentang peranan sebagai seperangkat harapan yang ditentukan oleh masyarakat sebagai pemegang kedudukan sosial adalah sejalan dengan perspektif mengenai “masyarakat” yang berpendapat bahwa tiap individu memegang peranan yang diberikan oleh masyarakat kepada mereka[1].
Didalam peranan terdapat dua macam harapan, yakni 1). Harapan-harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan 2). Harapan-harapan yang dimiliki oleh si pemegang peran terhadap “masyarakat” atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dan menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya[2].

Bahan Bacaan
Barry, David. 2003. Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi. Jakarta : Raja Grafindo Persada


[1] David Barry, hlm : 105-106
[2] Ibid. hlm : 107

Mengurai Relasi Agama-Negara


"Persilisihan yang dipicu oleh masalah agama, 
kian hari kian mengancam kehidupan berbangsa kita"

Berangkat dari pemahaman bahwa setiap manusia memiliki kepercayaan dan atau keyakinan atas sebuah kekuatan yang sifatnya sakral (sacred) yang mana kepercayaan itu menjadi salah satu landasan yang paling fundamental dalam membangun atau mempengaruhi manusia dalam menentukan sikap sosialnya. Keyakinan itu tertuju pada sesuatu yang sifatnya suci/sakral yang kita kenal sebagai Tuhan dan terinstitusi dalam wujud agama.  

Sejarah kemanusiaan berada pada tapal batas kehancuran ketika kobaran rasa kebencian tengah menyelimuti perasaan masing-masing pemeluk agama. bukan hanya rasa kebencian yang mengancam, namun ada permasalahan mendasar yang terus-menerus tertanam dibawah relasi antara agama-negara, permasalahan itu terkait dengan “posisi dan peran” dari kedua entitas tersebut.  Agama cenderung berada dibawah pengaruh dominasi negara, dimana Agama dipaksa sebagai pelayan kekuasaan. Adalah sesuatu yang paradoksal tentunya ketika terjadi ketidakadilan, agama justru tidak memberikan reaksi nyata. Bahkan lebih parah lagi, ketika kekuasaan ingin mempertahankan hasrat kekuasaannya, agama kemudian dengan serta merta akan mencarikan dasar teologis (dalil) pembenar atas tindakan tersebut.

Relasi agama dan negara adalah satu entitas kajian yang perlu mendapatkan perhatian serius. Karena bagaimana relasi agama dan negara berjalan sangat mempengaruhi perkembangan dan realiatas kehidupan beragama dan bernegara itu sendiri.

Bila relasi (hubungan) antara agama dan negara semakin ideal berada pada posisi yang diharapkan, maka akan melahirkan realitas dalam menjalani kehidupan beragama dan bernegara yang ideal pula. Baik dalam konteks realitas multikulturalisme di Indonesia maupun dalam konteks untuk mewujudkan suatu tatanan kehidupan yang lebih baik.
Kesemuanya itu bermuara dalam rangka menjawab problematika yang terjadi, termasuk persoalan atas hadirnya fundamentalisme atau radikalisme yang akhir-akhir ini semakin mendangkalkan realitas multikulturalisme. Di sinilah letak peran dan posisi relasi agama dan negara. Dan perjalanan peradaban bangsa-bangsa di dunia tidak bisa dilepaskan dari posisi bagaimana relasi agama dan negara ditentukan dan dijalankan.

Ditengah kompleksitas kehidupan bernegara, agama seharusnya mampu hadir sebagai media yang mampu memberikan penerangan atas perjalanan roda pemerintahan, atau dengan kata lain mampu menjadi pengontrol atas jalannya kekuasaan.